Minggu, 01 Juli 2007
DARUL ARQAM REVIVAL
THB smester 2 telah selesai. Akhirnya. Semua santri kembali ke asrama masing-masing, sekedar untuk melepas kepenatan yang masih tersisa tadi. Tapi semuanya lega, karena ini sudah benar-benar selesai. Huh...

Tapi tak seperti biasanya, kini tak ada yang mengemasi barang-barangnya untuk bergegas meninggalkan pondok. Gaya rambut spikes dan pakaian pulang yang khususpun tak terlihat. Ya, karena sekarang belum waktunya untuk pulang, di DA masih ada acara.

DARUL ARQAM REVIVAL, begitulah kurang-lebih. Acara ini dibuka Jum’at malam tanggal 22 Juni 2007 di lapang upacara. Kedengarannya nama ini asing, tapi formatnya biasa saja. Pada dasarnya DA REVIVAL ini memuat 2 acara tahunan IRM: MA’RAKAT dan AKSI. Hanya saja lomba-lomba (musabaqah) di sini lebih sedikit daripada biasanya.

Nama DARUL ARQAM REVIVAL di sini mengandung filosofi yang cukup dalam. Buka sekedar agar terdengar lebih keren. Nama ini secara tidak langsung merefleksikan keadaan faktual DA, di mana dekadensi moral dan intelektual benar-benar subur. Virus hedonisme merebak dan mengambil alih kendali pola kultural santri. Entahlah, yang jelas DARUL ARQAM REVIVAL yang berarti kebangkitan Darul-Arqam ini bermaksud mengembalikan semuanya seperti sedia kala, dengan kritisasi santri DA sebagai sasaran utama revival ini.

Awalnya DA REVIVAL ini tak selancar apa yang diharapkan, banyak hal yang sepertinya menghambat. Baik itu internal atau eksternal. Internal, karena tak semua panitia benar-benar antusias, ditambah ada sebagian yang pesimis acara ini akan berjalan. Eksternal: ada sedikit (atau mungkin banyak) konflik antara panitia dengan kepala sekolah, yang sepertinya lebih mengarah pada masalah kelas. Selain itu, banyak santri yang eksistensinya di DA sudah patut dipertanyakan.

Walau begitu, acara ini tetap berjalan. Awalnya memang banyak santri yang pulang, akan tetapi banyak juga yang kembali setelah acara ini berjalan sehari, dua hari bahkan ada yang terlihat kembali ke pondok pada hari ke tiga, hari terakhir. Semua lomba berjalan lancar, sampai akhir.

Hanya saja mungkin final basket antara kelas 4 melawan kelas 5 sedikit mengalami masalah. Dalam final ini gengsi angkatan benar-benar dipertaruhkan. Setiap element baik pemain maupun penonton begitu sensitif. Dan di detik-detik terakhir pertandingan, kelas 4 mencetak point terakhirnya, yang sekaligus dalam perhitungan penonton merupakan angka kemenangan. Akan tetapi, setelah dijumlahkan, ternyata point kelas lima lebih tinggi, dan artinya kelas 5 lah yang menang. Apapun ini, baik kekeliruan perhitungan penonton atau penghitung skor, ini membuka lebar dugaan bahwa ada kecurangan di ini. Tanpa basa-basi, kejadian ini menjadi semacam polemik. Situasi memanas.

Tapi akhirnya ketegangan ini segera mereda. Ba’da Isya sebelum diadakan penutupan DARUL ARQAM REVIVAL, semua pihak yang terlibat tadi berkumpul di mesjid untuk berunding. Walaupun sedikit ngaret, tapi semua bisa diredakan.


Suasana pemecahan konflik final basket di mesjid

Akhirnya, pada Selasa malam, 26 Juni 2007 acara DARUL ARQAM REVIVAL resmi ditutup di aula. Dengan peniupan lilin, seperti perayaan hari ulang tahun. Entah.


Pembagian hadiah dalam acara penutupan Darul Arqam Revival
posted by Iiq Pirzada @ 23.11   0 comments
Tapantri, When Everything is Lost
Huh, akhirnya tiba juga waktunya untuk menangis dan bermaafan. Sore itu aura perpisahan dan haru terasa begitu kuat. Panggung aula penuh, oleh orang-orang yang menangis, walau sebagian ada yang tertawa-tawa...

17 Juni 2007, berawal dari lapangan depan aula. Pagi itu acara Tasyakur Pelepasan Santri (tapantri) dimulai dengan upacara adat (dan mungkin ini adalah debut pertamanya di DA), dengan pentas Silat, dan pertunjukkan beberapa orang berpakaian hitam yang mengayun-ayunkan tongkat mereka. Entah. Tapi penonton terlihat antusias di pinggiran lapangan, sebagian ada yang mengintip dari ruang makan. Dan akhirnya, sampai semua kelas 6 mengecup telapak tangan kepala sekolah dengan diiringi kata-kata maaf dan perpisahan yang (sepertinya) dibacakan oleh seorang bapak kepala 4, sampai kepala sekolah menangis dan mengusap air matanya dengan sapu tangan, dan sampai sinilah upacara adat selesai. Semua bergerombol menuju aula untuk mengikuti acara yang lain, sebagian pulang ke asrama.


Suasana upacara adat, dijaga ketat pendekar Tapak Suci

Di dalam aula tak terlalu penuh, udara segar masih bergerak bebas. Tulisan SENYUM, AMARAH, DAN AIR MATA terlihat begitu jelas di atas panggung yang masih tertutup. Ya, tema Tapantri sekarang adalah Senyum, amarah, dan air mata. Setelah semunya terlihat tertib, acarapun dimulai. Dengan pembacaan ayat suci Al-Quran dan sambutan-sambutan (walaupun sering disebut dengan lomba pidato) sebamgai pembukanya.

Setelah semua pengantar (yang mungkin terlalu basa-basi) selesai satu persatu, tibalah waktunya acara inti. Saat di mana setiap kelas membuktikan kebolehan mereka.

Suara tabuhan drum diiringi alunan getar senar gitar kini menjadi sentral perhatian di panggung aula yang telah dibuka. Orang-orang berteriak histeris, yang bahkan sampai mengalahkan frekwensi getar suara musik itu sendiri. Aula ribut, hebat.


Kelas 3A putera membawakan lagu gila-gilaan. ketika membawakan lagu ini, banyak alumni masuk aula untuk melihatnya

Ketika siang tiba, panas mungkin membakar hangus antusiasme banyak orang untuk berteriak-teriak dan mengikuti semangat musik yang sedang berlangsung. Sedikit-sedikit orang-orang merasa bosan, dan teriakan ”turun, turun!” merefleksikannnya. Walau tak begitu banyak. Susunan kursipun semakin tak beraturan, karena banyak orang membawa kursi ke sembarang tempat dan duduk seenaknya. Sebagian menggeser-geser kursi itu ke lantai.

Tapi mungkin apa yang pernah dikatakan orang benar. Bahwa anak DA mempunyai potensi besar yang tertutup oleh aspal. Dan saat ini potensi itu muncul. Gerombolan santri yang terlihat bosan di belakang membuat formasi duduk melingkar, dengan bagian tengah yang kosong. Tak begitu besar. Dan saat group band di depan bernyanyi, lingkaran ini dipenuhi orang-orang yang joged. Awalnya berkerumun, tapi lama-kelamaan mereka menampilkan debutnya di lingkaran itu secara personal dan bergilir. Sendiri-sendiri. Kini suasana terlihat begitu ceria, dan dapat dipastikan, hampir semua mata dan tawa di gedung itu tertuju pada lingkaran ini, tidak pada group band di depan.

Waktu berlalu, dan acara ini telah berjalan berjam-jam. Semua kelas sudah tampil, kini tiba saatnya acara puncak. Seluruh panitia menuju ke depan, duduk di bawah panggung. Semua diam, sepi. Merekapun (kelas 6) mulai berkata-kata: tentang sesal mereka, kesalahan mereka, cerita mereka, perasaan mereka. Dan diam-diam terdengar beberapa orang berkata-kata dengan bahasa mereka sendiri yang gagap, mereka menangis.

Setelahnya, semua santri naik ke panggung untuk menyalami dan memeluk mereka. Huh, akhirnya tiba juga waktunya untuk menangis dan bermaafan. Sore itu aura perpisahan dan haru terasa begitu kuat. Panggung aula penuh, oleh orang-orang yang menangis, walau sebagian ada yang tertawa-tawa. Hanya sebentar, tapi mungkin waktu berjalan agak lambat dalam perasaan semuanya kala itu. Ini terasa lama.

Akhirnya ini selesai juga. Konfigurasi kisah yang tersusun dalam waktu. Telah terlewati...
posted by Iiq Pirzada @ 22.56   0 comments
6 Juni 2007, The Night of Revolution
Seperti biasa, hanya beberapa saf yang terisi di mesjid maghrib itu. Kata-kata kepala sekolah tempo lalu tentang anjuran untuk berjamaah di mesjid tak begitu berpengaruh. Padahal dengan jumlah seluruh santri Aliyah yang kira-kira mencapai 120 orang, sedikitnya ada 6 saf terisi. Penuh. Entah, atau bahkan mungkin anjuran itu tak didengar sama sekali; banyak santri ngobrol di pojok mesjid saat itu.

Seusai solat orang-orang bergegas pergi. Seakan sesuatu menyeretnya dari jauh. Mereka terburu-buru. Akan tetapi tak tak sampai satu langkahpun melewati pintu masjid, kepala sekolah itu naik mimbar dan menahan arus keluar santri. Ada pengumuman. Pertama, katanya pengumuman itu penting, jadi untuk santri yang tidak pergi ke mesjid dan tak mendengarnya adalah salah mereka sendiri. Sampai di sini keadaan masih tenang, meski agak tegang.

Selang beberapa saat, kepala sekolah itu mengumumkan tentang satu program baru pondok, yaitu penggabungan asrama setiap kelas. Formatnya adalah beberapa orang dari kelas 6 disebar ke asrama-asrama adik kelasnya se-Aliyah. Begitupula dengan Tsanawiyah, dengan kelas 3 sebagai yang dituakan. Katanya sebagai pembimbing adik-adiknya. Dan khusus untuk kelas 6, ditiadakan pembina mulai tahun depan. Mereka sudah dianggap dewasa. Dan kabarnya, format seperti ini sudah direncanakan sejak tahun-tahun kemarin, akan tetapi belum berjalan. Suasana masih tenang.

Akan tetapi, beberapa saat kemudian terlihat acungan tangan dari Ketua IRM, Kurniaddin Mahmud. Awalnya tidak dianggap, mungkin karena tidak terlihat. Setelah ipersilahkan berbicara, ia mengajukan usyulannya agar program ini jangan dijalankan. Berdasarkan aspirasi dari banyak santri katanya. Mendengar pernyataan ini, spontan Kepala sekolah yang biasa disebut Pak Ato ini terkejut dan menyesalkan sikap Kurniaddin sebagai ketua IRM yang menurutnya harus mendukung program pondok. Beberapa saat suasana hening.

Tak sampai di situ, gugatan untuk tidak diberlakukannya program ini masih bermunculan. Sekarang sekretaris IRM, Futih Aljihadi berargumen tentang keinginan kelas 6 untuk mendapatkan ketenangan di penghujung perjalanannya di DA. Jika harus memimpin adik kelas, hal ini terasa berat dan mengganggu konsentrasi untuk ujian.

Di tengah situasi yang semakin memanas ini, tiba-tiba lampu padam. Ruangan gelap, orang-orangpun ribut. Sebuah suara menerobos riuh gelombang bunyi lain seakan menangkap semuanya sekaligus dan mengikatnya dalam sepi. Lantang. Teguh Mulyadi ( 4 Putera ) mengeluhkan sikap pondok yang cenderung otoriter. Menurutnya, segala hal yang menyangkut santri seyogyanya dimusyawarahkan dulu dengan santri melalui IRM. Hal ini berdasarkan pada klise yang saat ini terasa adalah seluruh program dan urusan yang terkait dengan santri harus dimulai dengan kata ”Sesuai dengan keputusan pimpinan,...”, ditambah debngan eksistensi pimpinan pondok sendiri yang begitu ekslusif bagi santri.

Situasi semakin memanas, kian banyak santri yang berbicara. Keras. Atau hanya sekedar menyoraki ketika kepala sekolah itu berbicara, ”Hu...”

Akhirnya, di tengah-tengah situasi seperti ini, Pak Ato memutuskan untuk menghentikan pembicaraan. Walaupun masih banyak santri dengan sejuta uneg-unegnya ingin berbicara. Keputusan tetap, besok siang diadakan perpindahan asrama dengan format yang telah ditentukan pondok. Spontan semuanya bersorak, ”Hu...” Pak Atopun turun dari mimbar.
posted by Iiq Pirzada @ 22.53   0 comments
About me

Iiq Pirzada adalah seorang
santri Darul Arqam yang
beberapa kali dipanggil ke
kantor kepala sekolah karena
mengadakan kumpul KMR
putera-puteri. Ia juga pernah
dikeluarkan dari kelas saat
mendebat seorang guru.
Beberapa tulisannya pernah
menjuarai lomba, dan yang
paling diingatnya adalah saat
memenangkan juara 1 lomba
tulis artikel Ma'rakat Go Public
se-Garut 2005. Saat itu ia
masih kelas 2 SMP, dan harus
melawan saingannya yang
rata-rata sudah SMA.


Menu
Quote

Tulisan yang bagus itu
bukan tulisan yang kata-
katanya selangit, tapi tulisan
yang bagus itu adalah
tulisan yang selesai

Fahd Djibran
President Prophetic Freedom


Sekilas Info

DA lagi libur sampe tanggal
13 Januari, Insya Allah
smester 2 akan banyak acara IRM


Contact Us

iqbal_iiq26@yahoo.com

Tulisan Lain
Archives
Links
Cafe

Cafe
Pengunjung